Minggu, 18 Desember 2011

semacam pengalaman pribadi yang belum aku kasih judul


Belum DikasihJudul
Adalah malam ini. Tanggal duapuluh tujuh Oktober duaribu sebelas. Di jogjakarta. Malam yang aku merasa lapar sekali. Tentunya karena belum makan. Makan nasilah tentunya. Sebenarnya sudah, tapi kemarin terakhir. Terakhir kemarin. Juga haus. Tentu karena belum minum. Sebenarnya sudah, tapi sedikit dan aku rasa kurang. Minum-minumnya kurang. Karena tadi main futsal 2 jam. Tadi aku futsal. Capek dan haus, baru minum sedikit. Kurang minumnya. Tahu futsal? Semoga tahu. Kalau tidak tahu ya sudah, aku tak mau bercerita. Karena memang sedang tak ingin bercerita. Inilah malam. Malam Jum'at yang sebenarnya adalah Kamis malam. Tapi kenapa sering orang-orang menyebutnya malam Jum'at? Tanya saja pada mereka. Aku juga tak tahu jika harus dipaksa bercerita, karena aku memang tak mau bercerita. Juga jangan paksa aku bercerita tentang kenapa Kamis malam di sebutnya malam Jumat. Aku tak mau. Karena aku juga hanya ikut-ikutan menyebutnya malam Jum’at. Warisan leluhur saja mungkin, dengan menyebut Kamis malam sama dengan Malam Jum'at.  Sama seperti mereka. Mungkin. Sudah, tak usah berdebat tentang kenapa Kamis malam sama dengan Malam Jum'at. Biarkan menjadi tanda tanya bagi aku yang suka bertanya-tanya. Juga bagi kalian yang bertanya-tanya mengapa sempat-sempatnya otakku menanya-nanyakannya. Sudah. Aku lapar. Juga haus. Aku lapar dan haus.
“Ndong, sudah makan?” tanyaku.
Nama aslinya Fakhri. Tapi di panggil Bandong. Karena rumahnya di daerah Bandong. Bukan Bandung. Bandongan. Tidak ada di peta nasional. Apalagi peta di dunia. Adanya di peta kabupaten. Kabupaten Magelang. Itupun aku juga cuma menduga-duga. Masalah memang nyata benar ada atau tidaknya aku juga tak tahu. Karena aku juga belum pernah membuka peta kabupaten Magelang.
“Belum.” Jawabnya.
“Ayo makan.”
“Ayo.” jawabnya semangat.
“ Kemana?”
“ Terserah.”
Bersiap-siaplah kami. Aku awali perjalananku dari kontrakanku. Dengan seorang temanku tadi. Si Bandong. Berboncengan mencari makan dan minum. Ingat, temanku kali ini hanya seorang. Seorang yang tadi aku tanyai. Si Bandong. Jangan menambah-nambahi dengan kucing, anjing atau apa. Karena aku tak mengajak mereka. Tapi bila dengan sepeda motorku, dengan baju dan celanaku, juga dengan baju dan celana temanku, tak apa-apa, memang begitu kenyataannya. Tapi tidak dengan sepeda motor temanku. Karena sudah kubilang di awal tadi. Kita berboncengan memakai baju dan celana dengan naik sepeda motorku. Bukan sepeda motor temanku. Tapi sebenarnya itu sepeda motor bukan punyaku, punya ibuku karena yang membeli adalah ibuku, atas nama ibuku, di STNK dan BPKB juga adalah tertera nama ibuku, yang sudah terlalu sering aku pakai dan aku akui menjadi punyaku sehingga seolah-olah itu sudah menjadi hak milikku. Begitu jika aku bercerita pada teman, pacar, semut dan lain-lain. Begitu mungkin juga kalian, suka mengaku-akui sesuatu yang adalah sebenarnya punya ayahmu ataupun ibumu menjadi sesuatu yang menjaadi milikmu. Iya kan? Kelihatan senyummu dari sini, mengisyaratkan bahwa senyummu itu menandakan kamu meng-iyakan pernyataan yang aku nyatakan tadi. Semoga benar penyataaan yang aku nyatakan tadi. Jika salah ya sudah. Maklumi saja. Aku hanya menduga-duga. Semoga.
“ Makan apa jadinya Ndong? gudeg saja, ya?”.
            “ Ya. Lapaaaar .” jawab Bandong.
Berkelilinglah kita. Meluncur menuju ke warung gudeg. Di jalan Solo. Di Jogja. Ya, di Solo. Jalan Solo. Di Jogja. Dekat XXI. Tahu XXI? Smoga tahu. Kalau tidak tahu ya sudah. Datanglah kemari. Ke Jogja. Nanti langsung aku antarkan ke tempatnya saja. Jangan paksa aku menceritakan isinya. Aku juga belum pernah mersakannya dan melihat isinya. Di sanalah aku mencari warung. Warung gudeg yang di sebelah kanan jalan raya. Di trotoar jalan. Di atasnya. Depan toko cat apa itu namanya aku lupa. Tak penting juga aku ingat-ingat karena aku lapar. Harus makan. Bukan mengingat-ingat nama toko cat.
“Oooh, belum buka ndong arung gudegnya, mau makan apa jadinya Ndong?”
            “ Terserah.Lapaaar.” jawabnya.
Maju lagi. Melajulah dengan bersepeda  motor lagi. Kalau mundur gak bisa. Sepeda motor gak ada gear buat mundur. Kecuali keluaran produk dari Tossa. Rodanya 3. Dua di belakang. Satu di depan. Ada juga yang dua rodanya di depan. Dan satu di belakang. Becak namanya. Tahu becak? Semoga tahu. Kalau tidak tahu ya sudah. Jangan suruh aku bercerita tentang becak, aku tak mau bercerita. Beda lagi jika namanya Tigaroda. Itu semacam merk semen. Juga semacam merk obat nyamuk. Sudahlah. Tidak penting juga. Lalu majulah lagi. Meluncur dengan sepeda motor lagi. Teruuss. Sampai di perempatan Galeria belok kiri. Maju lagi. Teruus. Habis UKDW lurus lagi. Sampai rel belok kiri. Teruuus.
            “Itu bakso!” itu aku lihat warung bakso di kiri jalan tempat aku melintas.
Sambil ku tunjukkan satu jari telunjukku yang di tangan kiri ke arah situ. Ke warung yang ada tulisannya bakso. Sementara jari telunjukku yang di tangan kanan tidak. Aku pakai semua bersama jari-jari lainnya untuk menggenggam setang motor. Juga untuk menarik gas. Takut jatuh kalau aku pakai buat nunjuk semua.
            “ Waah, nanti gak kenyang. Makan yang ada lah di situ  pake nasi saja. kalo pake nasi kan di perut anteng.” Jawabnya.
“ Kalo kamu diam, kan perutmu anteng juga.”
“Hahaha.” ketawa dia. Aku yakin angin malam masuk ke mulutnya. Semoga kenyanglah dulu dia makan angin. Angin malam. Semoga. Tapi nyatanya tidak juga.
“Anteng “ adalah semacam kata yang berasal dari bahas Jawa yang berarti “tidak bergerak”, kalau untuk masalah yang di atas itu maksudnya biar perutnya jadi kenyang. Begitulah kurang lebihnya.
Maju lagi. Meluncur dengan sepeda motor lagi. Teruuuus. Lalu berhenti. Ada lampu apill menunjukkan warna merah. Segela sesuatu yang berasal dari arah kami berhenti. Motor dengan sopirnya, becak dengan sopirnya, sepeda dengan sopirnya, mobil dengan sopirnya, berhenti. Semuanya berhenti. Berhentilah semuanya. Kecuali semut yang tidak aku melihatnya sungguh-sungguh. Menunggu lampu apill menunjukkan warna hijau. Di bawahnya lampu apill bertuliskan “belok kiri ikuti lampu”. Jadi yang ke kiri juga harus ikut berhenti. Maka semua memang berhentilah. Apa itu lampu apill? Tahu tidak? Kalau tidak ya sudah. Aku malas menceritakannya.
Sesaat kemudian jadi hijaulah. Sekarang hijau sudah lampu apill itu. Kami maju lagi. Lalu belok kiri. Maju lagi. Teruuus. Berhenti. Ada palang pintu rel. Menghalangi laju jalan kami. Ada suara perempuan. Cerewet. Tapi tidaklah kami melihat orangnya. Bicara melulu dari tadi. Seperti orang ceramah. Pada intinya, ia ingin bicara kalau ada kereta mau lewat. Dan dilarang melintasi rel. Itu saja. Tapi bawelnya minta ampun. Mana gak ada wujudnya juga. Nunggu sebentar keretanya lewat. Itu dia. Sudah lewat sekarang. Palang pintu rel dinaikkan lagi. Kami menyeberangi rel kereta. Maju lagi. Teruuuus. Berhenti. Tapi balik arah ke arah Balai kota Yogyakata. Cari warung makan lagi yang semoga kami menemukan yang cocok.
“ Gimana ini Ndong. Makan dimanakah jadinya?”
“  Terserah. Jalan saja. Nanti ketemu.”
“ Okeee..”
Ketemulah warung yang di sana. Sudah kami pilih dengan ketetapan hati yang penuh. Pilihan kami jatuh pada itu warung. Karena memang sudah teramat sangat lapar sekali. Itulah warung yang adalah berada di kanan jalan dari arah kami melaju. Sehingga kami harus menyeberangi jalan raya. Sebenarnya warung ini tidak seperti yang kami inginkan sejak awal. Warung gudeg yang kami inginkan, tapi ini beda. Warung sambel ternyata. Waroeng SS namanya. Parkirlah kami di luar warung. Turunlah dari sepeda motor lalu masuklah kami. Cari tempat duduk. Melihat-lihat ke seluruh isi ruangan. Ada keramik. Ada ibu-ibu dengan anaknya. Ada kursi. ada gelas. Ada piring. Ada sandal. Ada meja. Ada lampu. Ada air. Ada orang. Ada cewek. Ada cowok. Ada paha. Ada pantat.  Ada yang makan-makan. Juga minum-minum. Juga merokok. Juga bercanda. Juga berdoa. Oh, akhirnya dapatlah itu tempat duduk. Tempat duduk yang tidak siapapun ada diatasnya mendudukinya. Kursi tentunya. Dua buah kursi dan satu meja yang di sana. Di depan kasir. Lalu duduklah kami di atasnya. Juga di belakangnya. Belakang meja yang jika di lihat dari arah mereka yang duduk di depan kami.
Langsung saja kami memandang pelayan. Tidak mengundangnya tapi hanya memandangnya. Lalu datanglah dia. Pelayan itu datang. Datanglah dia ke hadapan kami padahal tak diundang.
“Silakan mas. Ini menunya.” Sambut itu pelayan, sambil ia memberi lembaran kertas. Bentuknya pipih. Segi empat. Persegi panjang. Putih warnanya. Panjangnya ke bawah. Berapa sentimeter aku tidak tahu. Tidak aku ukur. Tidak bawa penggaris juga. Tidak penting juga. Karena aku lapar. Temanku juga.
“oh ya, terimakasih mbak.”
Pergilah itu pelayan menghampiri pelanggan lainnya. Tapi sebelum pergi tersenyumlah dia. Padahal kami tidak senyum. Memang harus begitukah pelayan kapada pelanggannya? Harus senyum-senyum sendiri pada pelanggan yang tidak mengajaknya tersenyum sama sekali.  Atau memang kami yang sudah terlalu serius dengan rasa lapar kami sehingga tidak terlalu mempedulikan sebuah senyuman dari seseorang yang mengjak kami tesenyum yang padahal katanya juga senyum itu adalah ibadah.
“ Pilihlah dulu Ndong menunya.mau makan apa terserah.”
“ Okeee.”
Lekas memilihlah itu si Bandong. Telur dadar dua. es teh dua. Sambal gobal -gabul satu. Sambal bawang satu. Nasi satu. Bukan satu biji, satu bakul maksudnya.
“Mas.”panggil si Bandong kepada pelayan. Cowok, maka dipanggilnya mas. Kalau cewek maka tentu akan dipanggilnya mbak. Tapi ada juga cowok yang dipanggilnya mbak. Banci namanya. Tapi di situ tak kulihat banci. Sudahlah.
Oh, mbaknya pelayan yang tadi ngasih kertas lagi sibuk. Maka jadi datanglah dia si pelayan yang laki-laki. Dikasihlah kertas tadi kepadanya.
“ Oh ya mas. Saya bacakan ulang pesanannya.”
“ Oke.”
“ Telur dadar dua. es teh dua. Sambal gobal -gabul satu. Sambal bawang satu. Nasi satu. Begitu mas?”
“ Iya. Nasinya satu bakul mas. Bukan satu biji.”
“ Iya mas. Terimakasih.” Tersenyumlah dia.
“ Sama-sama.” Sekarang kami membalas senyumnya. Tapi jangan pikir kami homo. Dapat senyum dari cewek tidak dibalas, sementara dapat senyum dari cowok dibalaslah senyum itu.
Berpalinglah pelayan itu dari hadapan kami. Pergilah pelayan itu ke dapur. Meracik pesanan yang kami pesan. Melihat-lihatlah aku ke sekelilingku. Ada disitu di tembok di pasang semacam poster dengan gambar menu-menu yang ada. Tentu menu yang disediakan di situ. Bukan semacam emas. Semacam besi dengan ukuran milimeter. Bukan semacam peralon. Semacam kawat. Tetapi berbagai macam sambal. Lauk dan pauk. Sayur oseng. Ayam bakar, tahu bakar, tempe bakar, tapi tidak ada di situ roti bakar. Kenapa tidak ada? Ya memang begitu kenyataannya. Sudahlah. Jangan banyak tanya. Ada juga di situ jam dinding di tembok. Ada mbak-mbak yang makan dengan keringat. Maksudnya makan nasi dan sambal sehingga kepedasan dan keluarlah keringatnya. Ada nomor layanan konsumen. Mr.huuh haah dan nomor teleponnya di pajang di situ. Ada tulisan “toilet” dengan tanda panah di bawahnya. Aku bertanya-tanya, kok arah toiletnya searah dengan arah pelayan tadi yang menuju dapur. Adakah memasaknya di dapur yang jadi satu dengan toilet? Pertanyaan bodoh. Sudahlah. Tidak aku teruskan. Nanti kalian mengira aku bodoh dan kalian suka karena aku bodoh. Tapi tak apalah aku dikira bodoh, karena memang begitulah manusia. Suka mengira-ira sesuatu yang sesungguhnya ia tidak ketahui kebenarannya.
Datanglah pelayan tadi. Mbak pelayan yang tadi. Membawa makanan dan minum-minuman yang kami pesan tadi. Telur dadar dua. es teh dua. Sambal gobal -gabul satu. Sambal bawang satu. Nasi satu. Satu bakul nasinya.
“ Ini mas pesanannya” sambil menaruh pesanan tadi di atas meja.
“ Ooh, ya mbak. Terimakasih.” Adalah mbak pelayan yang tadi. Kami sekarang yang menyenyuminya dulu.
“ Iya mas. Sama-sama. Selamat menikmati.” Dibalaslah senyum kami olehnya.
Oh, betapa mendamaikan jiwa jika kita bisa saling berbalas senyum dalam suatu keadaan yang sedang bagaimanapun pada diri kita.
“Ayo Ndong makan.”
“ Ayo. Mari. ”
Maka, makanlah kami. Makan nasi. Makan telor. Makan sambel. Dan juga minumlah kami. Minum es teh.
“ Wah, pedes Ndong. Bajigur!”
“ Iya.”
“ Besok mencret-lah kita kalau sebegini banyaknya sambel kita habiskan semua. Muleslah perut kita. ”
“hahaha. cocote!”
            Sambelnya banyak menurut kami. Tidak habislah kami. Kami lihat sambel yang kami makan tidak sebanyak sambal yang kami sisakan. Sudah habislah semua. Ya nasi. Ya telor. Tinggal sambal dan es teh. Minum-minumlah kami. Minum es teh maksudnya. Supaya hilang pedas di mulut ini. Sambil memandang-mandang sisa sambal tadi.
“ Pedes Ndong?”
“ Iya. Mana es teh-ku juga sudah habis ini.”
Pesanlah dia es teh lagi.
“ Kok sisa sambalnya lebih banyak dari pada yang kita makan ya Ndong?”
“ Lhaiya.”
“Apa tidak mubadzir ya?”
Timbulah pertanyaan bodoh lagi di otakku. Ku panggillah mbaknya pelayan tadi.
“ Mbak.” kupanggil dia.
“ Iya mas.” Mendekatlah dia kepadaku. Kepada kami. Di dekat meja kami, juga kursi kami yang kami duduki. Karena mejanya memang tidak jauh dari kursi yang kami duduki tentunya.
“ Boleh tanya?”
“ Boleh mas. Tanya apa, ya mas?”
” Ini sambelnya....” sambil aku menunjuk sisa sambel yang aku makan. Sambel yang sisanya ternyata lebih banyak dari yang aku makan tadi.
“ Mau dibungkus, mas?” potong pelayan tadi atas pertanyaan yang sebenarnya belum aku selesaikan.
“Ooh, tidak mbak.” Sambil aku tersenyum. Diapun juga tersenyum.
“ Mau tanya boleh kan, mbak?” tanyaku ulang.
“Boleh mas. Silakan” jawabnya. Terlihatlah raut mukanya yang sebenarnya mendadak penasaran atas pertanyaan apa yang sebenarnya akan aku tanyakan.
“ Sebenarnya....”
Aku tahan sejenak supaya agak bagaimana keadaannya. Sengaja aku buat begitu. Biar seru. Semacam serius tetapi tidak juga, karena aku menahan ketawa, juga si Bandong. Juga di luar yang terdengarlah suara peluit bapak dan ibu tukang parkir. Suara klakson yang bersahutan menandakan mereka yang egois di jalan karena segera dia ingin cepat sampai rumah, juga mungkin mainan klakson karena sedikit agak indah gitu untuk memcah sunyinya malam. Lapar juga mungkin mereka seperti kami sehingga main klakson buat ngilangin rasa lapar. Atau memang tidak punya uang sebanyak kami sehingga tidak berhenti dan makanlah di tempat ini bersama kami. Juga di luar angin malam yang berhembuslah. Daun-daun yang berebut oksigen dengan kami manusia-manusia malam yang sedang ke luar rumah. Lampu-lampu kota yang bersinar seperti matahari yang di malam hari yang sebenarnya aku lebih-lebihkan supaya agak terlihat leebih bagaimanapun itu.
“ Sebenarnya apa mas? ” semakin penasaran kelihatannya pelayan itu. Aku juga sambil senyum.
“ Sebenarnya saya hanya ingin tanya. Ini sisa sambel yang saya makan tadi, nanti dijadikan satu lagi sama yang di dapur, atau dibuang mbak?”
“ Ya dibuang mas.” Jawabnya yang sekarang tidak pakai senyum.
“ Beneran mbak?” saya masih penasaran.
“ Iya mas.“
“ Dosa lho mbak kalo bohong.” Sambil aku kasih sedikit senyum.
“Iya mas. Emangnya, mas mau dikasih sambel sisa orang lain?” tersenyumlah dia lagi.
“ Ya enggak. Hahahaaha.”
“ Ya udah. Mas ini tanyanya aneh-aneh saja.” Sambil beranjak mau pergi.
“ Tapi kan kalau sisa sebanyak ini dibuang, nanti mubadzir mbak. Mubadzir kan dosa mbak.”
Hanya tersenyumlah dia, lalu beranjak pergiah dia.
“ Ya udah mbak. Terimakasih.” aku kasih senyum lagi.
Masih penasaran saja aku dengan pertanyaanku ini. Si Bandong juga malah ketawa. Aku minta pendapat sama si Bandong. Bagaimana kalau aku coba tanya ke nomor tadi. Nomor layanan konsumen tadi.  Si Bandong setuju saja. Segera SMS-lah aku ke nomor tadi. Nomor Mr. Huuuh haaah yang dirinya menyebutnya dan memajangnya di papan semacam poster yang difigura dan di tempel di tembok .
Mr. huuh haah,
saya manusia yang mau tanya, sisa
sambel dari pelanggan,dibuang/
dijadikan 1 lg sm yg didapur?
Terkirimlah sms itu ke nomor Mr. Huuh haah. Aku berharap semoga sms ini dibalaslah sama Mr. huuh haah. Harap-harap cemaslah aku.
Es teh sudah habis. Juga yang sudah dipesan lagi sama si Bandong tadi. Aku ajak si Bandong pulang. Tapi sebelum pulang, aku ajak dia menuju ke kasir. Membayarlah kami. Ada mbak-mbak pelayan tadi yang ternyata menceritakan pertanyaanku ke kasirnya. Tertawalah mereka. Menganggaplah aku gila mungkin mereka, atas pertanyaanku tadi. Biarlah. Ini hanya rasa ingin tahuku saja. juga sebagai pemuas rasa penasaranku saja. Bagaimana jika memang sisa sambal tadi dijadikan satu lagi dengan yang di dapur, dan di hidangkan lagi kepada kami. Dari pada penasaran yang tak kunjung hilang, maka tanyalah aku. Tapi inilah yang mungkin tidak terpikrikan oleh banyak orang. Yang spele. Tentang sebuah bisnis. Dunia bisnis. Yang tujuannya adalah profit oriented. Tahu apa itu profit oriented? Semoga tahu. Kalau tidak tahu ya sudah. Jangan suruh aku bercerita lagi. Nanti aku lapar lagi.aku ngantuk sekarang. Sudah kenyang. Mau pulang. Ke kos. Sambil menunggu sms tadi di balas oleh Mr.huuh haah.
Yeeeeeeeeeeesss, dibalaslah sms tadi.
Terimakasih sebelumnya, kami
Infokan bahwa standar prosedur
Si semua Cabang Waroeng SS di
Semua kota adalah sisa menu dr
pelanggan dibuang boss...terima
kasih.
Tapi aku masih belum puas. Masih saja tetap merasa penasaran karena sms tadi sudah aku balas lagi. Sms yang aku maksudkan sebagai saran untuknya.
Apa nggak dimaksimalkan saja
Mr, Kan sisa sambalnya biasanya
lebih banyak dr pd yg dimakan
sama pelanggan?kan mubadzir
juga Mr.
Tapi tidak dibalas lagi. Ya sudahlah. Semoga tidak bohong. Aku tiduuur......

 
Jogjakarta, 27 Oktober  2011 lalu yang turun hujan sesaat di sebagian malam.





Rabu, 14 Desember 2011

salam jari tengah. (ini ngawur tp baik dibaca)


Sebelumnya saya mohon maaf yang sebanyak-banyaknya kepada Anda, tapi sebelum saya minta maaf kepada Anda semua, ijinkanlah saya mohon maaf kepada diri saya sendiri terlebih dahulu supaya ketika diri saya sendiri sudah mau memaafkan diri saya sendiri dengan ikhlas, maka  saya akan bisa meminta maaf kepada Anda dengan ikhlas dan hanya memohon keikhlasan sepenuh hati dari Anda untuk memaafkan saya, dan semoga begitu juga dengan Anda ketika memohon maaf dan ingin memberi maaf,,begitu pengantar yang sebenarnya tidak cukup penting karena saya yakin pasti bingung, begitu juga dengan saya yang hanya seorang manusia sama seperti Anda yang juga sering bingung.
Sebenarnya saya di sini hanya ingin minta ijin untuk mengangkat tangan saya dan mengacungkan jari tengah saya kepada lembaga peradilan di negara ini sebagai wujud apresiasi saya atas kinerjanya kepada lembaga ini, mohon maaf sekali jika saya terlalu nakal, bukan maksud saya untuk mengejek dan membuat tersinggung lalu marah atau bagaimana istilahnya silahkan diterjemahkan sendiri, saya yakin Anda orang2 intelek karena bisa mengoperasikan aplikasi facebook, tweeter, download lagu, download film biru juga, dari yang Amerika, jepang, Cina, juga Indonesia yang kebanyakan 3gp ndak mutu, dan lain2, karena saya yakin juga Anda tidak seperti hewan,ya kan? karena Anda adalah manusia juga seperti saya, yang punya kelebihan dibalik kekurangan karena dibalik kekurangan juga ada kelebihan sehingga mereka selalu berbalik-balikan,,haha
Saya diberi tahu oleh yang memberi tahu saya, di dunia Barat katanya kalau seseorang diacungi jari tengah, maka dia akan merasa dihina sehingga akan membuatnya tersinggung, marah, emosi dan lain2 , begitu juga ternyata jika diaplikasikan di negara ini,,,ya,,saya tidak bermaksud untuk melakukan itu kepada lembaga ini, cuma membuktikan kata-kata yang memberitahu saya tadi, bagaimana jika diterapkan di sini di suatu lembaga, misalnya kepada lembaga peradilan di sini, tapi jika memang marah atau tersinggung atau sebagainya, ya berarti benar kata-katanya itu dan saya bersyukur, bukan karena membuat lembaga ini marah dan tersinggung, tapi bersyukur karena ternyata kata-katanya yang memberi tahu saya tadi sudah benar terbukti dan saya akan senang dan puas telah berhasil membuktikan kata-kata itu. 
dan, seperti yang diungkapkan tadi juga  bahwa dibalik kekurangan ada kelebihan. ya,harapannya adalah semoga kita bisa menemukan kelebihan di balik dari kekurangan/ keburukan arti yang terkandung dari kebiasaan mengacungkan jari tengah ini. Bagaimana kalau kita ambil sisi positifnya saja, mari kita cari sisi positifnya bersama-sama, hilangkan negatif thingking dan selalu positif thingking. (susah, tapi dicoba,ndak pa2 ya kalau salah?namanya juga manusia).
baik, kalau di dunia Barat kan mengacungkan jari tengah telah diartikan sebagai sesuatu yang menghina, mengejek, dan lain- lain yang artinya pada intinya bisa menyinggung, merendahkan dan lain-lain juga sehingga banyak yang emosi,marah ketika diacungi jari tengah, maka bagaimana kalau di sini paradigmanya di ganti bahwa jika misalnya kita diacungi jari tengah, maka kita harus semakin bersyukur, harus senang dan bahagia jika semakin banyak orang-orang yang mengacungkan jari tengah kepada kita, itu  menandakan bahwa masih banyak orang yang sayang sama kita. mengacungkan jari tengah di sini, di dunia kita, di dunia Timur, kita artikan bahwa diacungi jari tengah adalah sebagai suatu nasehat. setujukah?mari cari alasannya...
baik, Jari tengah, coba lihat tangan masing-masing, jari tengah letaknya dimana? ditengah-tengah kan? ya jelas di tengah,,namanya juga jari tengah, dan dua jari di sebelah kanan, dua jari juga di sebelah kiri kan? itu berarti jari tengahnya di tengah-tengah antara dua jari di sebelah kanan dan sebelah kirinya kan? itu namanya di tengah-tengah bukan? ya jelas di tengah, namanya juga jari tengah. ah, udah capek, bahasnya yang ditengah-tengah melulu,,,haha
nha, mari kita coba artikan bersama-sama. Ditengah-tengah, artinya sentral, artinya sebagai penyeimbang antara yang kanan dan kiri, dua jari di sebelah kanan, dua jari di sebelah kiri, sama kan? seimbang kan? sama-sama dua. oke,,ketemu kan artinya, yang ditengah-tengah sama dengan yang menjadi penyeimbang, harus menjadi penengah, supaya tidak berat sebelah, supaya tidak oleng, supaya adil. begitu bukan?
baik, sudah ketemu. jadi, mulai sekarang, jika ada yang mengacungkan jari tengah kepada kita, bersyukurlah kita dan senanglah kita dan bahagialah kita dan tersenyumlah kita, itu berarti bahwa masih banyak yang menyayangi kita. Semakin banyak yang mengacungkan jari tengah kepada kita, semakin bersyukurlah kita, semakin senanglah kita, semakin bahagialah kita karena kita orang Timur yang mengartikan acungan jari tengah dengan arti lain yaitu sebagai suatu nasihat, sehingga kita selalu dingatkan supaya menjadi manusia yang adil, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Jadi, ketika ada yang mengacungkan jari tengah kepada kita, maka ucapkanlah terimakasih kepadanya, supaya dia bingung karena mungkin dia masih mengartikan acungan jari tengah dengan arti dari dunia Barat yang melekat yaitu sebagai sebuah hinaan, padahal dia tinggal di negara ini , di dunia Timur. Biarlah, biar tambah bingung. 
baik,,setujukah kalian?
semoga saja setuju, ingatlah bahwa bangsa yang baik adalah bangsa yang cinta dan menghargai produk dalam negeri,termasuk pikiran-pikiran anak mudanya seperti kita harus diapresiasi ( itu kata saya hari ini, entah kalau habis ini, nanti, atau besok berubah ya mohon maaf,  karena saya hanya seorang manusia juga seperti Anda yang memiliki hati dengan perasaan yang berubah-ubah dan juga memiliki otak dengan pikiran-pikiran yang bisa berubah juga kapanpun )
baiklah, mari saling mengingatkan dengan cara saling mengacungkan jari tengah, dan tersenyumlah,dan bersyukurlah, dan senanglah, dan bahagialah, semakin banyak acungan jari tengah di sini, di negara ini, dunia Timur ini,  berarti rasa kasih sayang di antara kita masih sangat kuat, dan sesungguhnya seperti itulah manusia, harus saling mengingatkan dan menyayangi sesama. Mari kita buat bingung juga bule- bule itu, kita acungkan jari tengah kepadanya juga ndak pa2, kalau dia marah ya wajar, kan dia orang Barat, nanti kita kasih tahu artinya mengacungkan jari tengah kalau di dunia timur. Kita sudah terlalu sering di jajah oleh orang-orang Barat, maka saatnya kita balas. Mari kita menjajah di negeri sendiri, menjajah budaya bule-bule yang datang kemari itu maksudnya, biar budaya kita dibawa pulang bule-bule ini dan budaya kita jadi terkenal dan membawa manfaat bagi dunia, dan kita mendapat pahala, dan kita nanti masuk surga.amiin..
siap kan? jawablah siap grak!!
oh, maaf ternyata saya masih mengacungkaan jari tengah saya untuk lembaga peradilan di negeri ini, apakah kalian mau ikut? aku sayang lembaga peradilan negeri ini, makanya aku acungkan jari tengahku, bagaimana dengan kalian?sayang tidak? jika sayang, mari ikut acungkan jari tengah kalian untuk lembaga peradilan di negara ini. jika takut ya tidak usah ndak pa2,,saya wakilkan saja, nanti kalau mereka marah, ya ndak pa2, nanti tanggung jawabnya bareng-bareng,,oke?
buat lembaga peradilan, apakah Anda akan merasa terhina? apakah Anda akan marah? ya silakan, jika marah dan merasa terhina, berarti Anda masih mengartikan acungan jari tengahku dengan arti dunia Barat, bukan dengan arti dunia Timur padahal Anda dan saya ada di Timur, dan  acungan jari tengahku untukmu saya maksudkan sebagai bukti kasih sayangku padamu supaya jadi lembaga peradilan yang seadil-adilnya seperti arti yang saya utarakan di atas, ya, utara kalau di peta memang selalu di atas,kalau di bawah ya selalu selatan,,hahaha.
maaf kalau saya beda persepsi,,sekali lagi ini adalah saya yang hari ini, entah jikalau saya yang nanti, besok atau kapanpun yang bisa berubah, karena saya hanya manusia seperti Anda, yang punya hati dengan perasaan yang berubah-ubah dan juga punya otak dengan pikiran yang berubah-ubah kapanpun.terimakasih




ini ngawur,,,,
sigit manusia mahal dan tidak dijual.

Kamis, 01 Desember 2011

Ajak mereka bercerita


embun pagi berserak di halaman
membasahi sekujur tubuh sekumpulan rumput-rumput liar
kekeringan

embun pagi berserak di halaman
membasuhi segelintir muka hewan-hewan malam
kelaparan

embun pagi berserak di halaman
menyelimuti seonggok tanah indah berbalut amarah
kesedihan

embun pagi
coba dengarlah cerita semalam rumput- rumput liar kekeringan itu
coba dengarlah cerita semalam hewan- hewan kelaparan itu
coba dengarlah cerita semalam tanah indah berbalut amarah kesedihan itu


ajak mereka bercerita tentang adzan subuh itu...........
jika suatu saat akan datang terang dan tenang........... 
di anatra kekeringan itu
di antara kelaparan itu
di antara kesedihan itu






magelang 
sigit pernah gundul

mereka merdeka


dan mereka membenciMu
dan mereka menjauhiMu
dan mereka menyepelekanMu
dan mereka meniadakanMu
dan mereka memperdebatkanMu
dan mereka menyekutukanMu
dan mereka melalaikanMu
dan merdeka
karna aku yang menyuruhnya


iblis malam jumat
@pizza hut



Oleh Sigit Haryo Yudanto · Jumat

Kupu di kamar mandi


.........adalah suatu ketika di malam yang gelap karena di malam hari tidak ada matahari yang menyinari bumiku, di malam yang remang- remang karena hanya ada lampu 5 watt yang menerangi, di malam yang dingin karena kebanyakan dari embun adalah muncul di malam hari dan tidak muncul di siangi hari, di malam hari yang sepi karena aku di kamar mandi sendiri, di malam yang aneh karena aku melihat kupu tampak indah di malam hari di antara sinar yang hanya se-remang-remang ini, di malam yang tidak siang karena aku biasanya tidur di waktu malam dan ini belum tidur karena aku sudah tidur sesiang tadi dan memilih pergi sejenak ke kamar mandi di malam ini, di malam yang mencekam dan luar biasa karena baru kali ini aku bisa berbicara dengan bahasa kupu yang sebelumnya aku tidak pernah mengira bahwa aku akan bisa berbicara dengan kupu karena aku hanya manusia biasa, bukan sesorang yang mendapat mukjizat seperti malaikat yang pernah aku dengar ceritanya bisa berbicara dengan hewan.

saya : kupu, kenapa belum bobo'?
kupu : belum
saya : ini kan sudah pukul 01.00
kupu : iya.hehe
saya : kenapa?
kupu : ndak kenapa2. hehe
saya : malam-malam begini kenapa di kamar mandi?
kupu : enak, sepi.
saya : oh.
kupu : kamu?
saya : saya?
kupu : ya.
saya : saya kenapa?
kupu : kenapa juga malam-malam begini di kamar mandi?
saya : saya ingin bersyukur dengan caraku yg agak aneh yaitu berbagi rejeki kepada yang mencari rejeki karena saya juga sering mencari rejeki dan berharap mendapatkan rejeki itu juga.
kupu : oh. sudah bertemu dengan yang mencari rejeki?
saya : belum
kupu : oh.
saya : kenapa?
kupu : tidak kenapa2.
saya : kamu mau?
kupu : mau apa?
saya : rejeki
kupu : maksudnya?
saya : aku kasih rejeki
kupu : mau karena aku memang sedang mencari rejeki
saya : tapi kamu juga harus memberiku rejeki karena aku juga mencari rejeki
kupu : ya
saya : baiklah
kupu : oke
saya : ayo ikut aku
kupu : kemana?
saya : keluar
kupu : keluar kemana?
saya : keluar kamar mandi
kupu : kenapa?
saya : di sini gelap

.....( teleponnya berbunyi )

kupu : oh maaf, ada yang memanggilku, aku harus pergi
saya : oh, kemana?
kupu : kepada yang memanggilku, alangkah bahagianya jika ada yang memanggil kita, kita tanggapi dan hargai dengan baik
saya : begitu?
kupu : iya
saya : ya sudah
kupu : ndak pa2 kan?
saya : ndak pa2
kupu : kapan2 kita bertemu lagi
saya : oke
kupu : tinggalkan nomor HPmu dan nomor celanamu di tembok kamar mandi ini, barangkali aku ingin minta rejeki darimu suatu saat nanti ataupun sebaliknya, barangkali juga jika aku ingin memberikanmu rejeki kepadamu yaitu sebuah celana yang pada suatu saat kamu sangat membutuhkannaya
saya : baiklah
kupu : ingat, kata orang-orang jika ada seekor kupu menghampirimu, maka kamu akan mendapat rejeki katanya, jadi janganlah menyesal telah bertemu denganku,,,,,,
saya : baik, akan aku pelajari dan aku coba 
kupu : jangan remahkan aku dan kupu yang lain yang ternyata juga tetap indah di balik sinar remang-remang yang suatu saat ternyata juga akan memberikanmu rejeki ketika kamu mencari rejeki
saya : baik, aku pelajari dan aku coba 
kupu : jangan hina aku, aku juga sama sepertimu yang adalah juga pencari rejeki, yang kadang juga punya keinginan untuk mebagi rejeki kepada yang mencari
saya : insyaalloh,,aku pelajari dan aku coba 
kupu : senang bertemu denganmu. Tuhan memang Maha Baik
saya : aku juga. Iya. Tuhan Maha Baik
kupu : tidurlah, esok kau harus bekerja
saya : bekerjalah, esok kau tinggal tidur



......kupu pergi menemui yang memanggilnya, aku masih bengong dan tidak percaya jika aku baru saja berbicara dengan kupu...........




djokjakarta
tigabelasjuliduaribusebelas

"sigit manusia mahal dan tidak di jual "

Wahai semut


..........."Wahai semut, lalu apa yang kamu katakan kepada mereka sebangsamu yang juga adalah semut ketika mereka mulai tidak menyukaimu?" tanyaku kepada seekor semut yang sedang bersedih. Semut menjawab :" maafkan jika aku tidak seperti yang kalian inginkan karena mungkin kalian juga tidak mau jika harus menjadi seperti yang aku inginkan. Kalian bukan aku dan tentu saja aku juga bukan kalian walaupun memang kita sama-sama semut, begitu bukan? Aku hanya ingin belajar, belajar sedikit merubah cara berjalanku, cara memandangku, cara berkacaku. Aku tahu, aku memang ditakdirkan terlahir sebagai seekor semut, sama seperti kalian walaupun tidak persis, tapi seenggaknya nanti aku memiliki kemampuan lebih yang bisa aku syukuri walaupun mungkin banyak yang memandang kita dari luar bahwa kita sama. Sama-sama semut. Ya, sama- sama semut, karena inilah yang dinamakan "sawang-sinawang" yaitu dimana satu sama lain hanya bisa menilai dan lebih suka memandang dari sisi luarnya saja. Tapi ya memang begitulah keadaannya "manusiawi" bangsa manusia menyebutnya. maafkan juga jika ini menjadikan kalian tidak suka kepadaku wahai saudara-saudaraku,, " kata seekor semut yang barusan aku tanyai. "Baiklah, aku ingin belajar dulu ya semut. terimakasih ilmunya". .........




tidak semua yang dicetak tebal itu selalu penting dan berarti... :D





sigit haryo yudanto anak dari ayah dan ibu saya 

Negara


? teman-teman, ibu siapakah yang paling besar di antara ibu- ibu yang ada?

- ya tentu Ibu negara

? lalu, kepala siapakah yang punya kepala paling besar di antara yang punya kepala menurutmu teman-teman?

- ya jelas kepala negara, karena dia punya Ibu yang lebih besar dari pada ibu-ibu yang ada
jadi jangan heran kalau kepala negara jadi besar kepala karena dia punya Ibu negara

?wah, pinternya kalian teman-teman,,kalau sudah pinter jangan besar kepala ya teman- teman, masih ada aku yg bodoh di sini, ajarilah aku.ahahahaha





magelang
" mumes ndhate "




30 juni 2011